SENJA
DI AKANG CAVE
By
Sumarlin ZBU
Jarum jam tepat menunjukan pukul 16.00, bergegas aku
mengemas tasku yang talinya disambung karena sudah putus, turun dari lantai 3, kondisi
yang membuatku tak perlu olahraga lagi dilain waktu, sebagian abdi negara juga
sama sepertiku, bergegas mengakhir pekerjaannya dan menuju kendaraan
masing-masing. Ada yang menggunakan motor produk tahun 80’an, hingga yang
keluaran terbaru, demikian juga mobil, ada yang masih menggunakan kijang keluaran
tahun 90an hingga innova, rush dan fortuner, tapi banyak didominasi dengan
mobil sejuta umat, Avanza dan Xenia. Kadang aku berpikir, apa yang menyebabkan
perbedaan tersebut, padahal sama-sama berstatus PNS, pendapatan kurang lebih
sama, tapi kesenjangan sedemikian jauh, hem, aku hanya bisa geleng kepala jika
memikirkannya. Kustater mobiliu dan kutancap gas dan bergegas ke akang cave.
Kuhubungi temanku pak Beno, sosok manasia lugu yg kukenal sejak 10 tahun lalu,
bercita-cita menjadi pengusaha kaya raya yang sekarang berprofesi sebagai
Gojek, sambil menunggu itu nama depannya ditambah “Chandra” sehingga menjadi Cahndra Beno. Pak Beno adalah perantau dari pulau Jawa,
menginjakan kaki di Kalimantan Barat sejak Tahun 1998, mengawali karirnya
sebagai penjaja keliling. Usahanya yang giat dan karakter yang pantang menyerah
mengantarkannya naik pangkat menjadi bosnya penjaja keliling. Namun karena satu
dan lain hal, usahanya keok. Setiba diakang cave, pak chandra telah tiba dan
menyambutku dengan wajah khasnya yang ramah sedikit cengegesan.
Tak lama berselang, muncul kawan satu lagi, Pak Andi,
Pengusaha alat terapi kesehatan yang sempat memiliki 9 kantor cabang yang
tersebar di Kab/Kota. Namun yang aneh di beliau, walau pak Andi penjual alat
terapi kesehatan tapi entah mengapa justru beliau yang sering mengeluh tentang
kesehatannya. Nyaris 2-3 kali beliau harus berobat ke Puskesmas, mungkin karena
terlalu banyak menggunakan alat terapi kesehatan sehingga overdosis kali ya.
Pak Andi memiliki perawakan yang lebih besar dan tinggi ketimbang pak Beno,
rambutnya lurus berdiri, dengan bentuk muka oval dan postur yang cukup berotot.
Tak kalah dengan pak Beno, citanya juga setinggi langit, ingin menjadi
pengusaha kaya raya. Barangkali ini juga yang membuat nama belakangnya ditambah
“Nirwana” sehingga namanya menjadi “Andi
Nirwana”, namun entah karena apa, profesinya beralih ke GOJEK juga. Mungkin
karena ingin senasib sepenanggungan sama temannya pak Chandra Beno.
Suasana akang cave disenja hari sangatlah nyaman,
berada tepat dibundaran kota baru, diapit oleh POM Bensin, Gereja, Pasar,
penjual gorengan, duduk diluar beratapkan langit, angin berhembus dengan lembut
sembari menikmati aktifitas kendaraan yang lalu lalang.
“Pak beno, mau makan kue Molen gak pak” Ujarku kepada
Pak Beno
“Oh, boleh pak, mau rasa apa, pak”,. Jawabnya
“campur saja pak, pisang, tape dan kacang ijo” jawabku
sambil nyerahkan bebera lembar uang duaribuan.
Pak beno segera berlalu, menyebarang jalan, mendatangi
gerobak penjual Melon, sekali-kali nampak pak Beno tertawa dengan sang penjual.
Aku yang melihatnya cukup maklum, walau umurnya sudah mulai uzur, tapi semangat
“jiwa mudanya” belum juga hilang. Tak peduli cantik atau tidak yang
penting judulnya kaum “hawa” maka pasti jurus-jurus rayuannya keluar.
Kami bercanda tertawa lepas, pak Chandra dengan
jawanya yang meddok, pak andi dengan melayu kental yang sekali-kali saya harus minta diulang
ucapannya karena “R”nya hilang.
“TENGGGGGGGGG” Bunyi lonceng dibangunan
seberang berbunyi, anak dengan seragam putih dongker berhamburan. Kupandangi
dari jauh satu persatu wajah mereka, nyaris sama karena semua memakai jilbab,
sampai akhirnya mataku tertuju pada sebuah wajah, agak hitam, lonjong dengan
mata bulatnya. Wajahnya celingak celinguk seperti mencari seseorang. Spontan
expresi wajah bingungnya berubah sumringah tatkala pandangannya beralih
kearahku, berlari kecil sambi jingkrak-jingkrak mendekatiku, “ PAPAAAAA,...”.
Kuraih tangannya, masuk dalam mobil dan sepanjang jalan aku hanya bisa senyum
mendengar colotehnya, pelajaran Bahasa Indonesia titik komanya hilang,
bertentangan dengan Nilai 9 yang diperolehnya, dia gak yang ngomong, dia gak
yang jawab dan dia gak yang tertawa, tak terasa kami tiba dirumah, bergegas dia
mencari minuman, haus karena capek mikir katanya,.hemmm, gumamku sambil geleng
kepala.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar