ANALISA MEKANISME PENGHAPUSAN ESELON III DAN IV
DARI ASPEK YURIDIS
(Oleh Sumarlin ZBU)
“Eselon
I, eselon II, eselon III, eselon IV, apa tidak kebanyakan? Saya minta
untuk disederhanakan menjadi 2 level saja, diganti dengan jabatan
fungsional yang menghargai keahlian, menghargai kompetensi,” Demikian Statmen yang
disampaikan oleh Bapak Joko Widodo pada acara pelantikan Presiden di Gedung
DPR/MPR tanggal 20 Oktober 2019. Pernyataan tersebut sekaligus menegaskan bahwa
keberadaan eselon III dan eselon IV akan dihapus, Jika kita menyimak pernyataan
tersebut, ada 2 hal yang dapat kita simak untuk memahami makna ucapan beliau,
yaitu :
1.
Gestur
dan Bahasa tubuh,
statmen tersebut disampaikan dengan mimic wajah yang serius dan penekanan
kalimat serta intonasi yang tegas. Kalimat yang diucapkan mengandung penekanan yang cukup kuat. Seolah
ada kegeraman, kerisauan beliau terkait dengan struktur yang ada saat ini.
Beliau memandang struktur saat ini tidak maksimal dalam bekerja, cenderung
seremonial, minim kinerja, kompetensi yang
tidak sesuai sehingga terkesan kurang professional.
2.
Yang
kedua pernyataan tersebut disampaikan didepan sidang Paripurna dalam sebuah momen
sacral, yaitu Pelantikan Presiden. Disampaikan dihadapan Majelis yang merupakan
representative dari Partai Politik dan perwakilan seluruh rakyat Indonesia
dengan disaksikan oleh pimpinan lembaga tinggi Negara, perwakilan Negara-negara
sahabat dan ditonton oleh jutaan rakyat Indonesia. Pernyataan tersebut tentulah
tidak dapat dianggap sebagai sebuah wacana. Pernyataan yang berimplikasi
politis jika tidak direalisasikan. Pernyataan yang harus direspon cepat oleh
Kemeterian teknis dengan tindakan nyata.
Tak lama berselang usai
pelantikan Kabinet Indonesia Maju. Cahyo Kumolo yang ditunjuk sebagai Menteri Reformasi
Birokrasi dan Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara mengeluarkan statmen bahwa, “ Paling lambat Tahun depan penghapusan
eselon III dan IV sudah harus diterapkan dan dilaksanakan, jika saya tidak
dapat merealisasikannya maka saya pastikan saya akan mundur”. Sebuah pernyataan
yang tidak kalah tegas dan mempertaruhkan jabatan dan kedudukannya.
Kebijakan yang disampaikan oleh
Presiden dan Menteri RB dan Pendayagunaan Aparatur Negara dalam hitungan menit viral
baik melalui berita online, media social dan aplikasi chat serta menjadi pembicaraan
hangat dikalangan Aparatur Sipil Negara. Banyak yang kemudian mencoba
mereka-reka akan bagaimana sruktur organisasi tanpa eselon III dan IV,
Bagaimana efektifitas dan efisiensi pelaksanaan kegiatan ketika garis komando
terputus dengan hilangnya jabatan tersebut. Sebagai contoh dalam 1 Organisasi
Perangkat Daerah, Dinas atau Badan dipimpin oleh seorang Pejabat Eselon II,
memiliki karyawan antara 40 hingga 200san bahkan hingga 300san jika OPD
tersebut memiliki UPT. Jika Eselon III dan IV dipangkas lalu siapa yang akan
mengontrol pelaksanaan kegiatan dibawahnya, bagaimana garis komandonya ?
mampukah seorang pejabat eselon II mengkoordinir stafnya yang sedemikian banyak
itu ?
Hangatnya pembahasan tersebut
menarik perhatian penulis untuk mencoba menganalisa dan mengkaji akan bagaimana
pelaksanaan kebijakan tersebut. Kajian
ini bersifat analisa yang bisa benar, atau agak mirip atau juga bisa salah,
namanya juga analisa, hehehe,…namun analisa yang penulis coba sampaikan, disajikan berdasarkan regulasi yang ada.
baca juga
memahami Diskresi berdasarkan Undang-Undang 30 tahun 2014
Pemecatan PNS yang berlau surut
Regulasi tentang Aparatur Sipil
Negara mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara. Terkait struktur jabatan diatur dalam Pasal 13 sampai dengan Pasal 17
Pernyataan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara bahwa beliau akan mundur jika tahun depan pelaksanaan kebijakan
tersebut belum mampu direalisasikan mengandung pesan bahwa beliau sudah mengetahui
gambaran akan bagaimana struktur yang
akan dibentuk sehingga beliau yakin bahwa kebijakan tersebut dapat dieksekusi
tanpa ada benturan regulasi yang menghalanginya.
Kembali pada pasal 13 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Isi pasal tersebut menyatakan bahwa jabatan ASN terdiri dari Jabatan
Administrasi, Jabatan Fungsional Pelaksana dan Jabatan Tinggi. Ketentuan inilahn yang menjadi dasar penyusunan struktur jabatan ASN. Perlu
diketahui untuk menyusun, merubah dan mengganti Undang-Undang haruslah melalui suatu
mekanisme yaitu Prolegnas (program Legalisasi Nasional). Undang-Undang yang
akan dibuat, diubah atau diganti perencanaannya sudah harus diajukan 1 tahun sebelumnya.
Artinya jika perubahan tersebut akan dilaksanakan pada tahun 2020 maka
perencananan dan penganggaran sudah diajukan pada tahun 2019. APBN kita telah disahkan menjadi Undang-Undang
pada tanggal 24 September 2019 sementara pidato Presiden tentang wacana
penghapusan eselon III dan IV baru disampaikan pada tanggal 20 Oktober 2019. Apakah perubahan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2019 tentang ASN sudah terakomodir dalam prolegnas untuk dibahas tahun
2020? . Perubahan Undang-Undang ASN menjadi penting karena akan mejadi payung hokum terkait segala regulasi yang berkaitan dengan ASN termasuk
didalamnya struktur jabatan.
Berdasarkan website Dewan
Perwakilan Rakyat perubahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara telah diajukan oleh fraksi PDIP pada tanggal 20 Juni 2016 untuk
dibahas pada tahun 2017. Namun hingga berakhirnya masa bhakti DPR periode 2014 –
2019 Perubahan Undang-Undang tersebut tidak kunjung selesai. Materi perubahan Undang-Undang
ASN berdasarkan draft yang beredar tidak menyentuh struktur jabatan namun lebih
membahas terkait pengangkatan dan hak kewajiban PPPK serta beberapa materi
lainnya terkait masa jabatan tingga pratama.
berdasarkan uraian tersebut maka analisa
scenario mekanisme penghapusan jabatan eselon III dan IV dapat dijelaskan
sebagai berikut,
Masuk tidaknya perubahan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 pada prolegnas tahun 2020 tidak akan
berpengaruh besar terhadap komposisi struktur jabatan pada lembaga Negara dan
organisasi perangkat daerah. Pernyataan Cahyo Kumolo yang juga berjanji khusus di Kementerian RB-PAN penghapusan eselon III dan IV akan
segera dilaksanakan beberapa bulan kedepan mengandung pesan bahwa beliau tidak
butuh perubahan Undang-Undang ASN. Karena dalam Undang-Undang ASN sudah tidak mengenal istilah eselonering
sebagaimana diatur dalam Pasal 13.
Penyebutan jabatan administrasi
dan jabatan pengawas mengandung makna bahwa jabatan tersebut sebenarnya mirip
dengan jabatan fungsional. Namun karena belum ada penekanan yang tegas dalam peraturan pelaksana dibawahnya, maka jabatan eselon III dan Eselon IV masih tetap
menggunakan nomenklatur lama seperti Kepala Bidang/Bagian/Kepala UPT untuk
eseleon III dan Kepala Seksi/Kepala Subbid/ Kepala Subbagian untuk eselon IV. Penjelasan
bahwa jabatan Administrator dan Pengawas setara dengan Eselon III dan IV diatur
dengan peraturan yang ada dibawahnya. Sehingga jika nantinya Eselon III dan
Eselon IV dihapus maka kebijakan tersebut telah memiliki payung hokum sebagaimana
diatur dalam Pasal 13.
Selanjutnya pada Pasal 17
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN mengamanatkan bahwa terkait
ketentuan pelaksanaan Pasal 13 akan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Amanat Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN telah dipenuhi dengan terbitnya Peraturan
Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen ASN dimana dalam Pasal 55
menyatakan bahwa segala hal yang berkaitan dengan jabatan administrasi akan
diatur melalui Peraturan Menteri.
Fakta
tersebut mengisyaratkan bahwa dibahas/tidaknya atau selesai/tidaknya pembahasan
perubahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN pada tahun 2020 tidak akan
banyak mempengaruhi penerapan penghapusan eselon III dan IV tersebut. Penjabarannya
berdasarkan amanat Undang-Undang ASN diatur dalam Peraturan Pemerintah dan
Peraturan Menteri. Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri adalah produk hokum
pengaturan yang bersegi satu, subyektif dari eksekutif tanpa harus melibatkan
Dewan Perwakilan Rakyat dan tidak ada kewajiban untuk dilakukan public hearing
sehingga dalam penyusunannya tergantung Kementerian teknis mengelolanya, mau
cepat atau lambat. Inilah alasan mengapa Cahyo Kumolo berani menggaransi
jabatannya jika kebijakan penghapusan eselon III dan IV tidak direalisasi tahun
depan dan bahkan akan dilaksanakan dalam beberapa bulan kedepan dilingkungan
Kemen PAN.
Dengan demikian maka hilangnya
jabatan Eselon III dan IV dan berubah menjadi jabatan fungsional tetap akan
mengacu pada struktur jabatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 Undang-Undang
ASN, Jikapun ada perubahan lebih kepada penamaan saja namun tidak menghilangkan
fungsi dan makna substansi jabatan tersebut. Contohnya penyebutan Kepala Bidang/Bagian/Kepala UPT berubah menjadi
Adminstratur Perundang-undangan, Kepala UPT KPH menjadi Admistratur KPH, demikian
juga dengan Kepala Seksi/Kepala Subbid/ Kepala Subbagian berubah menjadi
misalnya Pengawas keuangan, Pengawas tata lingkungan dan lain-lain yang
dibawahnya di bantu oleh fungsional fungsional pelaksana.
Analisa tersebut cukup berlasan
karena suatu organisasi akan sulit berjalan jika tidak didukung oleh garis
komando dari pucuk pimpinan sampai ke level pelaksana. Sulit bagi pejabat eselon 2 mengkoordinir sedemikian banyak PNS dibawah
yang jumlahnya dapat mencapai puluhan hingga ratusan orang. Analisa semakin
diperkuat dengan adanya statmen menteri pendayagunaan aparatur Negara yang
menyatakan bahwa pengapusan eselon III dan IV tidak akan mengurangi penghasilan
yang diterima saat ini. Artinya pejabat eselon II dan IV saat ini ketika nantinya akan dialih fungsikan dengan nmenklatur baru masih akan tetap menerima tunjangan dan gaji yang sama. Dengan
demikian penghapusan eselon III dan eselon IV tidak lebih SEBAGAI GANTI CASING dalam hal penyebutannya yang akan berpengaruh
pada kinerja sebab dengan berubahnya jabatan tersebut menjadi jabatan fungsional
maka penghasilan yang diterima dan pekerjaan yang dibebankan akan berbasis pada
kinerja dan kompetensi sehingga akan memacu ASN untuk lebih meningkatkan
keprofesionalitasnya dan akan terjadi restrukturisasi penempatan ASN sesuai
bidang dan kompetensinya sekaligus secara seleksi alam akan menyingkirkan
pejabat eselon III dan IV yang tidak kompoten dalam mengemban tugasnya.
Demikian
analisa kami, bisa benar juga bisa juga salah, waktu yang akan menjawabnya, semoga bermanfaat, Terima Kasih.
Kunjungi kajian hukum lainnya di
Tidak ada komentar